Dengan Ganggang Menghajar Logam

Pengolah limbah algae Chlorella pyrenoidosa mampu mengolah limbah tekstil dan logam berat. Algae si ganggang hijau mudah ditemukan, dan biayanya murah. Hanya saja, masih ada kendala.

KEMBALI ke alam rupanya bisa karena berbagai alasan. Dr. M. A. Aziz, 56 tahun, punya alasan yang sangat khusus. "Kalau mau pengolah limbah murah, kembalilah ke teknologi alam," begitu kata insinyur lingkungan dari Universitas Nasional Singapura itu.

Setelah meneliti selama empat tahun, Dr. M. A. Aziz dan Dr. W. J. Ng menawarkan sistem pengolahan limbah dengan algae Chlorella pyrenoidosa. Menurut mereka, sistem ini cocok bagi negara berkembang. Lagi pula murah karena algae cukup dipungut dari empang atau sawah.

Mikroorganisme bersel satu ini sebenarnya sudah cukup dikenal. Selain dibudidayakan untuk pakan ikan, juga untuk makanan bergizi. Dan sebagai pengolah limbah, algae--di sini sering disebut ganggang hijau--tanpa disadari telah berperan banyak. Kerap kita temukan ganggang hijau di kolam oksidasi pada limbah pabrik tapioka. Di situ, algae si ganggang hijau secara alami telah mengurangi kadar pencemaran organik.

Nah, kegunaan algae itu dikemukakan lagi pada konferensi regional Asia ke-4 dari perkumpulan IAWQ (International Association on Water Quality), yang membahas Konservasi Air dan Pengendalian Polusi, di Jakarta dua pekan lalu. Dalam forum tersebut, kedua peneliti dari Singapura itu menawarkan pemanfaatan algae secara lebih maksimal.

Menurut Aziz, selama ini algae belum pernah dicoba untuk pengolahan limbah tekstil dan industri logam. Di laboratorium, Aziz membuat empat akuarium kecil dari kaca yang bermuatan 15 liter. Tiap akuarium diisi 12 liter limbah, dan dimasukkan algae yang sudah dibiakkan dari reaktor. Di atasnya ditaruh lampu tabung 40 watt yang menerangi selama 12 jam saja. Dalam satu hari, tiga kali akuarium diaduk, sampai proses itu berakhir setelah 20 hari.

Hasilnya, limbah peternakan babi bisa dikurangi kadar pencemar organiknya (BOD) sampai 88%, sedangkan senyawa anorganiknya (COD) turun 82%. Begitu juga untuk limbah minyak kelapa sawit bisa dikurangi pencemar organiknya dan anorganiknya lebih dari 80%. Limbah rumah tangga pun bisa dikurangi kadar BOD dan COD-nya sekitar 90% dan 84%.

Yang terpenting, algae mampu mereduksi zat pewarna yang dipakai oleh pabrik tekstil dan pabrik kertas, masing-masing sampai 90% dan 88%. Sungguh luar biasa.

Selain itu, untuk logam berat, Cu dikurangi sampai 95%, Cd sampai 90%, Cr 80%, dan Zn 92%. "Karena itu, algae bisa dipakai di pengolahan limbah pabrik tekstil, pabrik baterai, dan elektroplating," kata Aziz.


Ditambahkannya, zat-zat kimia itu bertengger di permukaan sel algae selama lebih-kurang seminggu. Pada masa inilah terjadi puncak penyerapan--bahkan sampai 70% kadar limbah terserap. Beberapa zat, seperti nitrogen dan fosfor, disedot untuk pertumbuhan selnya. Setelah seminggu, terjadi proses penyerapan ke dalam sel. Saat itu daya kerja algae menurun, sampai sama sekali berhenti dalam 15-20 hari.

Dalam skala pabrik, kolam algae bisa dibuat dari beton, berukuran dalam 1,5 meter dan lebar 5 meter. Panjang kolam disesuaikan dengan keperluan. Bila perlu, bisa dibuat 5 kolam paralel atau lebih dengan lebar tegalan beton 0,5 meter.

Tinggi air dijaga tak lebih dari 1,5 meter supaya sinar matahari sampai ke dasar kolam. Kalau tidak, algae hanya akan tumbuh di permukaan sehingga kerja algae terbatas pada melumpuhkan pencemar di permukaan saja. Sesudah itu kolam diisi dengan limbah, lalu ditambahi algae sampai konsentrasi algaenya 200 mg/liter.

Di kolam lapangan inilah terjadi kerja sama antara algae dan bakteri. Gas oksigen yang dilepaskan algae dipakai bernapas oleh bakteri. Menurut Aziz, kemampuan algae di kolam terbuka rupanya lebih tinggi. "Rata-rata pengurangan zat pencemar lebih dari 90%," ujarnya.

Memang ada kendala dari kolam algae, berupa keterbatasan waktu, volume air, dan keasaman kolam. Untuk mempercepat proses yang bersiklus 15 hari, Aziz menyarankan agar jumlah kolam paralel ditambah.

Dan sebagai mikroorganisme, Chlorella punya keterbatasan yang lain lagi. Dia tak bisa bekerja dalam suasana basa, atau pH di atas 7. Selain itu, kalau kadar pencemar terlalu berat, algae bisa mati. Menurut Aziz, kadar logam berat Cu maksimal 18 mg/liter, sedangkan Cd, Cr, dan Zn sekitar 10 mg/liter.

Tampaknya, sistem kolam algae ini menjanjikan. "Cukup membangun kolam beton. Setelah itu, biaya operasi rendah ... tanpa bahan kimia apa pun," tutur Aziz, yang juga salah seorang penemu fibre-drain dari serat yute yang kini dipakai untuk pemadatan Pantai Mutiara, Jakarta. Menurut Aziz, air olahan kolam algaenya ini sesuai dengan standar baku mutu. "Bisa langsung dialirkan ke sawah, atau ke empang ikan," ujarnya.


Bagi Nabiel Makarim, kolam algae dan beraneka pengolahan biologis lainnya bukanlah barang yang terlalu baru. "Kalau murah, baik, dan diterima pasar, serta air olahannya sesuai dengan standar, silakan," kata Deputi Pengendalian Pencemaran itu. Kendalanya hanya satu: sistem biologis ini sering memerlukan lahan yang luas.

Menurut Nabiel, bagi pengusaha tak ada alasan untuk tidak memiliki unit pengolah limbah. Kini hampri semua industri besar telah memiliki pengolah limbah yang memenuhi baku mutu. 

"Yang sulit industri menengah. Mereka tak peduli. Akan kita galakkan hukumnya," kata Nabiel bersemangat. Khusus untuk unit limbah industri kecil, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) kini membantu dana pembuatannya. 

Indrawan



Sumber: Tempo Nomor 34 Tahun XXIII - 23 Oktober 1993

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...