Dari Sekam Datangnya Listrik
Sekam padi, yang di sini hanya jadi abu gosok, ternyata bisa menjadi energi pembangkit listrik. Pembangkit model ini sudah dicoba di Thailand. Kapan masuk Indonesia?
SEKAM padi boleh jadi akan menjadi barang penting, di masa mendatang. Soalnya, sudah terbukti limbah itu bisa menjadi energi untuk pembangkit listrik. Kini di pedalaman Thailand sudah beroperasi dua pembangkit listrik model itu, dan setiap pembangkit menghasilkan listrik 38 megawatt (MW). Dari jumlah itu, 10 MW digunakan untuk penerangan, dan selebihnya untuk menggerakkan mesin tapioka, pabrik pulp, penggilingan padi, serta untuk menjalankan mesin pembangkit listrik itu sendiri.
Ihwal pembangkit listrik tenaga sekam ini muncul dalam seminar Power Gen-Asia '93, yang berlangsung di Singapura, dua pekan lalu. Tentu saja sekam tak akan mampu bersaing dengan pembangkit energi semacam diesel, batu bara, air terjun, atau panas bumi. Sebab, energi yang dihasilkannya kecil saja. Namun, di desa-desa negeri agraris seperti Indonesia, sekam bisa menjadi energi alternatif.
Selama ini, di Indonesia, sekam hanya dipakai sebagai abu gosok di dapur atau alas tidur ayam broiler. Padahal, potensi sekam sebagai bahan bakar ternyata cukup bagus. Kandungan panasnya lumayan, rata-rata sekitar 11,3 megajoule/kg sekam, atau sama dengan kandungan panas batu bara kualitas rendah seperti lignite.
Selain itu--dan ini penting--kandungan unsur sulfurnya rendah, tanpa unsur N sama sekali. Dengan demikian, boleh dibilang hasil pembakaran sekam bebas dari gas sulfit oksida dan nitrit oksida yang menyebabkan hujan asam--sesuatu yang dituding sebagai dampak berbahaya dari batu bara.
Tapi, kadar airnya yang tinggi menyebabkan sekam sukar dibakar dengan boiler konvensional. Sekarang barulah energi panas sekam bisa dimanfaatkan secara ekonomis, setelah muncul boiler tipe bubbling fluidized bed, tabung pemasak yang khusus didesain untuk bahan bakar berkalori rendah seperti limbah kayu, plywood, dan pulp. Tabung pemasak itu diperkenalkan di Thailand oleh perusahaan Finlandia, A. Ahlstrom Corporation. Pembangkit ini menggunakan boiler baja berukuran radial delapan meter dan tinggi sekitar 25 meter. Untuk mengoperasikannya, boiler ini mula-mula dijalankan dengan gas elpiji. Satu jam kemudian, boiler mencapai suhu kerja sekitar 900 derajat Celcius. Lalu secara mekanis tumpukan sekam pun didorong masuk--tiap jam dibtuuhkan 12 ton sekam tanpa terputus--ke dasar tungku. Sekam itu terbakar dengan bantuan udara yang disemburkan lewat nozle di dasar tungku. Suhu di sini mencapai sekitar 1.000 derajat Celcius.
Lalu dari bagian atas disemprotkan air. Dan ini akan membentuk uap bersuhu tinggi 400 derajat Celcius dengan tekanan sebesar 35 bar, dan kecepatan aliran 13,9 kg/detik. Uap panas ini masuk ke superheater di atasnya. Di sini, suhu uap panas itu dikendalikan dan dibersihkan, sesuai dengan keinginan, lalu dialirkan ke turbin untuk membuat listrik. Boiler dan superheater serta seluruh perangkatnya tak membutuhkan lahan yang luas, cukup sekitar 100 meter persegi. Gas buangnya bersih. "Sederhana, tak perlu penanganan khusus. Perawatannya juga sederhana," kata Arto Hotta, Manajer Teknik A. Ahlstrom Corporation. Sejauh ini, menurut Hotta, generator sekamnya itu dapat diandalkan dengan tingkat efisiensi pembakaran yang tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah kelancaran ban berjalan yang menyuplai bahan sekam, serta pembuangan abu silika dalam tungku agar tak menghalangi pembakaran sekam berikutnya. Masalah baru muncul kalau manajemen stok sekam payah. Bagaimana kalau panen sedang paceklik atau padi terkena puso? Bisa gawat. Untungnya, boiler ini sangat fleksibel, dapat membakar berbagai jenis campuran biomass apa pun--seperti gergajian kayu--asalkan komposisi akhirnya menghasilkan uap yang diinginkan untuk menggerakkan turbin listrik.
Menurut Hotta, pembangkit ini cocok dioperasikan oleh pekerja biasa di pedesaan. Kapasitas listrik yang dihasilkan bisa diperkecil atau diperbesar dengan mengatur ukuran boilernya. Tapi kapasitas listrik hanya 100 MW. Kalau lebih besar dari itu, pembangkit ini tak lagi efisien.
Yang menarik lagi, asalkan kapasitasnya sesuai, harga pembangkit sekam ini relatif bersaing, yaitu US$ 10 juta termasuk transmisi untuk pembangkit 38 MW itu. Menurut perhitungan, listrik yang digerakkan sekam ini berharga sekitar US$ 300 per kilowatt, lebih murah dari pembangkit diesel (solar) yang rata-rata US$ 500 per kilowatt. Dilihat dari penampilannya, tidakkah pembangkit listrik tenaga sekam ini layak dicoba di Indonesia? "Ooh, bagus itu. Mungkin saja dilakukan di luar Jawa kalau ada swasta yang berminat," kata Dirut PLN Zuhal.
Bagi Indonesia, yang sebentar lagi masuk era energi nuklir--penerangan listrik baru menjangkau 43,7% dari 62 ribu desa--agaknya energi sekam padi itu bisa menjadi alternatif. Maklum, dari 44-46 juta ton gabah kering yang dipanen dari desa-desa itu setiap tahunnya bisa diperoleh 9-10 juta ton sekam padi. Kalau dihitung-hitung, sekam sebanyak itu bisa dipakai untuk menghidupkan sekitar 100 generator yang masing-masing menghasilkan 10 MW. Jadi, jumlah keseluruhannya 1.000 MW. Daya listrik sebesar itu sudah separuh dari produktivitas pembangkit listrik Suryalaya, Cilegon, yang menjadi tulang punggung listrik se-Jawa. Sepuluh generator bertenaga sekam itu besarnya juga menyamai kapasitas rata-rata dua PLTN, pembangkit bertenaga nuklir.
Indrawan
Sumber: Tempo Nomor 31 Tahun XXIII - 2 Oktober 1993
Listrik Sekam Sudah Ada
Ada beberapa hal yang perlu dikomentari pada tulisan "Dari Sekam Datangnya Listrik" (TEMPO, 2 Oktober, Ilmu dan Teknologi). Di situ disebutkan, sekam di Indonesia hanya digunakan sebagai abu gosok dan alas tidur ayam broiler. Juga disebutkan bahwa pembangkit listrik tenaga sekam belum ada di Indonesia.
Sejak tahun 1977 penelitian tentang biomassa, termasuk sekam, sebagai pembangkit listrik sudah dilakukan di Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung oleh dosen-dosen kami: Dr. Ir. Herri Susanto, Ir. Saswinadi Sasmojo, Ph.D., dan Ir. Robert Manurung. Penelitian itu sudah membuahkan hasil, berupa alat-alat gasifikasi sebagai pembangkit listrik yang telah diuji coba di beberapa desa. Pada saat ini, kami sedang melakukan penelitian untuk mengembangkan teknik gasifikasi sekam dalam rangka menyempurnakan unit yang sudah ada.
Kami sangat menyayangkan berita itu.
SYLVI J. GANI
MAHATMI P. SARONTO
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia - ITB
Bandung
Sumber: Tempo Nomor 35 Tahun XXIII - 30 Oktober 1993
Komentar
Posting Komentar