Biopestisida: Pengendali Hama Ramah Lingkungan

PENGGUNAAN pestisida sudah tidak dapat dipisahkan dari produksi pertanian saat ini. Petani percaya bahwa pestisida merupakan obat tanaman.

DENGAN menggunakan pestisida yang intensif dan dosis tinggi, tanaman dapat terhindar dari organisme pengganggu tumbuhan, bahkan mereka mencampurkan berbagai pestisida tanpa mengetahui OPT (organisme pengganggu tanaman) sasaran dengan konsentrasi tinggi. Dampaknya, terjadi resistensi OPT, peledakan hama baru, penumpukan residu bahan kimia dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, dan kecelakaan bagi pengguna.

Okke Rosmaladewi, doktor bidang Ilmu Pertanian dari Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung mengadakan penelitian tentang biopestisida dalam pelaksanaan budi daya tanaman hortikultura ramah lingkungan. Biopestisida adalah pestisida alami yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup dan mudah didapat. Salah satu biopestisida terbuat dari tanaman sehingga disebut pestisida nabati.

Pestisida nabati sangat berguna untuk mengendalikan OPT dan ramah lingkungan. Menurut BPTP Yogyakarta (2004) seperti disampaikan Okke, kandungan bahan kimia dalam tanaman tersebut menunjukkan bioaktivitas pada serangga, seperti bahan penolak (repellent), penghambat makan (anti-feedant), penghambat perkembangan (insect growth regulator), dan penghambat peneluran (oviposition deterrent).

Selain melakukan penelitian biopestisida, Okke juga memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para petani melalui program pengembangan pertanian ramah lingkungan. Program tersebut merupakan program kemitraan antara Uninus, Uniga, Chevron, Geothermal Indonesia. Ltd, dan Dinas Sosial Provinsi Jabar atau yang lebih dikenal dengan konsep Tripple Helic. Program ini dilaksanakan di Desa Barusari, Padaasih, Pasirkiamis, dan Talaga, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Petani mencampur berbagai pestisida dan menggunakan dosis tinggi itu terjadi karena kurangnya pengetahuan dan adanya anggapan yang salah tentang pestisida. "Oleh karena itu, perlu peningkatan pengetahuan keterampilan petani dalam pengendalian OPT yang lebih aman dan ramah lingkungan. Salah satunya dengan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani melalui program pengembangan pertanian ramah lingkungan seperti ini," ujar Okke.

Keunggulan

Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan pestisida kimiawi. Apalagi pestisida kimiawi di pasaran juga bukan saja mahal tetapi banyak yang palsu. Dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimiawi, ada beberapa keunggulan penggunaan biopestisida nabati. Keuntungan tersebut, menurut Okke, adalah pertama, harganya murah karena bahan bakunya tersedia dalam jumlah yang banyak serta mudah mendapatkannya. Di samping itu, biospestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan alat yang sederhana.

Kedua, kandungan bahan kimia biopestisida tidak menyebabkan keracunan pada tanaman dan bersifat ramah lingkungan karena bahan organik mudah terurai di alam. Ketiga, dengan menggunakan biopestisida akan menghasilkan produk pertanian yang bebas residu pestisida sehingga aman untuk dikonsumsi.

Kendati demikian, Okke mengakui adanya beberapa kelemahan dalam penggunaan biopestisida, yaitu kurang praktis dan daya kerjanya relatif lambat sehingga hasilnya relatif lama. Dari sisi efektivitas, hasil penyemprotan pestisida organik juga tidak secepat pestisida kimia yang disemprot langsung sehingga hama mati dapat terlihat. Penyemprotan oleh biopestisida perlu waktu dan frekuensi penyemprotan yang lebih sering agar efektif.

Selain itu, biopestisida merupakan bahan organik yang mudah terurai sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka lama. "Setelah dibuat harus segera diaplikasikan sehingga kita harus membuatnya setiap kali akan melakukan penyemprotan," tuturnya. (Eriyanti Nurmala Dewi/"PR")***




Teknologi Sederhana, Hasil Bisa Diandalkan

BERDASARKAN kondisi sumber daya alam yang tersedia di Kecamatan Pasirwangi, Okke melihat ada beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku biopestisida. Cara penggunaan Biopestisida sesuai dengan Teknologi Sederhana Pembuatan Biopestisida yang dikeluarkan oleh BPTP Yogyakarta, di antaranya:

Sirsak


Es buah mentah, biji, dauh, dan akar harus mengandung senyawa annonain dan resin biji, mengandung minyak 42-45%. Fungsinya untuk insektisida. Mekanisme pengendaliannya antifeedant. Bagian yang digunakan adalah daun, biji, dan akar. Dengan sasaran hama/penyakit berupa kutu daun, ulat perusak daun, ulat grayak, dan hama gudang.

Cara perbuatannya adalah tumbuk 50-100 lembar daun sirsak dan rendam ke dalam 5 liter air lalu tambahkan 1 sendok teh detergen didiamkan semalam dan saring larutan keesokan harinya. Namun, hasil perasan ini harus diencerkan dengan air lagi dengan perbandingan larutan dan air 1:10.

Daun tembakau


Daun ini mengandung bahan aktif nikotin. Fungsinya untuk insektisida. Mekanisme pengendalian meliputi racun kontak hama yang sasarannya adalah ular, belalang, dan ulat penggerek. Cara pembuatannya ialah siapkan daun tembakau sebanyak 250 gr (4 genggam), dirajang, lalu direndam 1 malam dalam 8 liter air. Setelah itu, daunnya diambil. Air hasil rendaman daun tembakau tadi ditambah dengan 2 sendok teh detergen dan diaduk sampai rata. Setelah disaring, larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

Biji mahoni/biji jarak

Biji ini mengandung bahan aktif recinin dan alkalolid. Hama sasarannya adalah ulat dan nematode.

Mekanisme pengendaliannya adalah antifeedant, oviposition, deterrent, insect growth regulator. Cara pembuatannya, siapkan 0,75 kg biji sampai biji pala. Kemudian jarak/mahoni dihancurkan, selanjutnya dipanaskan selama 10 menit dalam 2 liter air, tambahkan 2 sendok makan minyak tanah, dan 50 g deterjen, kemudian larutan disaring kain halus dan tambah tambahan 10 liter air. Larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

Biji buah pace atau mengkudu


Biji ini mengandung bahan aktif annonain dan resin. Hama sasaran ulat, hama pengisap (kepik, tungau). Mekanisme pengendaliannya adalah penghambatan aktivitas makan hama sehingga menurunkan aktivitas hama sasaran. Cara pembuatan, sebanyak 15-25 gram biji buah pace ditumbuk sampai halus, lalu hasil tumbukannya direndam selama 1 malam dalam 1 liter air, yang ditambah 1 gram deterjen. Aduk larutan, kemudian saring dengan kain halus. Selanjutnya, larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

Biji dan daun mimba

Biji ini mengandung bahan aktif azadirachtin, salanin, nimbin, meliantriol. Hamanya adalah ulat, hama pengisap (kepik, tungau), jamur, bakteri, nematoda. Mekanisme pengendalian dengan cara antifeedant dan insect growth regulator. Cara pembuatannya, siapkan 200-300 gram biji yang ditumbuk sampai halus, lalu hasil tumbukan direndam dalam 10 liter air selama 1 malam.

Selanjutnya larutan disaring dengan kain halus dan siap disemprotkan ke hama sasaran. Cara pembuatan bahan dari daun: 1 kg daun mimba kering atau daun mimba segar ditumbuk sampai halus. Tambahkan 10 liter air dan rendam selama 1 malam. Setelah diaduk sampai rata, larutan disaring dengan kain halus dan siap disemprotkan ke hama sasaran.

Akar/kulit/biji pacar cina (Aglaia odorata)


Bahan aktifnya adalah azadirachtina. Hama sasarannya berupa ulat, hama pengisap (tungau, kutu). Mekanismenya pengendaliannya menggunakan antifeedant. Cara perbuatannya dilihat dan cara perbuatannya adalah akar/kulit batang/biji buah pacar Tiongkok dihancurkan untuk diambil ekstraknya. Selanjutnya dipanaskan selama 10 menit dalam 2 liter air, ditambah 2 sendok makan minyak tanah dan 50 gram deterjen. Kemudian larutan disaring dengan kain halus dan ditambahkan 10 liter air. Larutan siap disemprotkan ke hama sasaran.

Tanaman surian (Toona sureni)


Tanaman ini berbahan aktif surenon, surenin, dan surenolakton. Mekanisme pengendaliannya penghambat pertumbuhan, insektisida, dan antifeedant. Cara pembuatannya, hancurkan 1 kg daun suren, rendam dalam air secukupnya. Biarkan selama 24 jam. Cara penggunaannya gunakan 100 ml larutan untuk merendam 1 kg benih. (Eriyanti Nurmala Dewi/"PR")***



Sumber: Pikiran Rakyat, 18 Juni 2015

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...