KOTA KENDARI: Membalik "Kutukan" Sampah
OLEH MOHAMAD FINAL DAENG
Sampah adalah "kutukan" yang dihadapi masyarakat perkotaan di segala penjuru bumi. Namun, khusus Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, kini sudah membalik kutukan itu menjadi berkah karena penerangan dan kebutuhan memasak warga menggunakan energi dari pengolahan sampah.
Kampung mungil di pinggiran Kendari itu sepi saat dikunjungi pada Senin (27/4) siang. Rumah-rumah kayu sederhana dengan warna cat seragam putih-biru berderet rapi di tepi jalan.
Di salah satu sudut terpampang sebuah spanduk besar bertuliskan "Selamat Datang di Kampung Mandiri Energi". Seperti bunyi spanduk itu, mayoritas warga di kampung yang terdiri dari 126 rumah tersebut sudah tak pusing lagi akan urusan energi untuk keperluan masak dan penerangan. Hal itu berkat "tambang" gas metana (CH4) yang terletak tak jauh dari kampung.
Kampung Mandiri Energi berlokasi sekitar 500 meter dari kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Puuwatu di Kecamatan Puuwatu, Kendari. Ratusan ton sampah warga Kendari yang setiap hari dibuang ke TPA itulah yang menjadi "tambang" energi warga kampung tersebut.
Gas metana dihasilkan dari pembusukan sampah organik. Gas alami itu memiliki sifat kimia mudah terbakar sehingga bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar memasak seperti layaknya elpiji.
Tak berhenti di situ, gas tersebut juga bisa dikonversi menjadi tenaga listrik. Kampung Mandiri Energi memakai metana sebagai bahan bakar mesin untuk menggerakkan dinamo yang menghasilkan listrik untuk seluruh kampung.
Penataan TPA
Ide "memanen" metana sebagai sumber energi dirintis Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari sejak 2010 dan mulai terwujud pada 2013. Ide itu digabungkan dengan rencana penataan TPA Puuwatu menjadi tempat pengolahan sampah yang ramah lingkungan.
Pemkot Kendari menyediakan tanah untuk membangun Kampung Mandiri Energi dengan dana pembuatan rumah dari Kementerian Sosial. Permukiman itu disediakan sebagai tempat tinggal para pemulung yang bekerja di TPA dan pekerja Dinas Kebersihan yang belum memiliki rumah sendiri. Tadinya, para pemulung tinggal di gubuk-gubuk tripleks di dalam kompleks TPA.
Pemkot juga melengkapi kampung itu dengan jaringan kabel listrik dan jaringan pipa paralon untuk mengalirkan metana dari TPA ke rumah-rumah penduduk. Setiap rumah mendapat satu kompor khusus berbentuk silinder setinggi sekitar 30 sentimeter yang dipasang tegak.
Pasokan metana mengalir ke kampung dua kali sehari pada pukul 07.00-09.00 dan pukul 16.00-18.00. Adapun listrik menyala sejak pukul 18.00 hingga pukul 24.00 setiap hari. Semua itu dinikmati warga secara gratis.
Jamal (34) adalah salah satu warga Kampung Mandiri Energi. Meski masih terbatas, pekerja di Dinas Kebersihan itu mengaku bersyukur bisa menikmati pasokan gas dan listrik. Biaya yang bisa ditekan setiap bulan mencapai lebih kurang Rp 140.000 dari penghasilan sekitar Rp 2 juta per bulan.
Namun, Jamal mengaku masih memakai kompor elpiji 3 kilogram sebagai cadangan saat perlu memasak di luar jam metana mengalir. "Saya berharap nantinya listrik dan gas bisa mengalir 24 jam per hari," katanya.
Dari 126 rumah di Kampung Mandiri Energi, terdapat 26 rumah yang saat ini tidak bisa menikmati metana untuk memasak karena pipa paralon putus. Salah satunya rumah yang ditempati Ramdani (31). Meski begitu, ia masih bisa menghemat pengeluaran untuk biaya listrik.
"Sebelum tinggal di kampung ini, setiap bulan saya membayar tagihan listrik Rp 150.000. Sekarang tidak perlu memikiran biaya itu lagi," kata pemotong rumput Dinas Kebersihan yang bergaji Rp 2 juta per bulan itu.
Lalu, berapa biaya yang dikeluarkan Pemkot Kendari untuk memasang instalasi gas metana tersebut? Sekretaris Dinas Kebersihan Kendari Muhammad Nur Razak menjawab tak lebih dari Rp 190 juta. Dana itu untuk satu mesin, satu dinamo yang menghasilkan 40.000 watt listrik, jaringan pipa, serta kompor untuk 126 rumah.
Mesin mobil
Razak mengatakan, biaya bisa ditekan karena pihaknya merancang sendiri mesin untuk keperluan tersebut. Mesin yang dipakai adalah mesin mobil bekas yang dimodifikasi sendiri oleh Razak sehingga bisa beroperasi dengan bahan bakar metana.
Mesin itulah yang kemudian memutar dinamo untuk mengalirkan listrik dan gas metana ke rumah-rumah warga setempat. Cara ini benar-benar menekan biaya operasional dalam pengolahan sampah dari gas.
"Kalau membeli mesin dan instalasi buatan luar negeri, harganya bisa mencapai miliaran rupiah," kata Razak seraya menambahkan, banyak pemerintah daerah, lembaga, ataupun peneliti yang datang untuk belajar inovasi ini di TPA Puuwatu.
Untuk mengatasi keterbatasan operasional mesin, Razak mengatakan, pihaknya telah menambah satu mesin lagi berdaya 140.000 watt, juga dari mesin bekas mobil.
Hal tersebut agar listrik dan metana dalam waktu dekat dapat mengalir ke Kampung Mandiri Energi selama 24 jam per hari.
Selain pengolahan energi metana, TPA Puuwatu juga dikembangkan menjadi kawasan wisata edukasi dan alam. Tak seperti gambaran TPA pada umumnya, TPA seluas 18 hektar itu jauh dari kesan jorok, kotor, dan kumuh.
Dalam hal ini, Pemkot Kendari menerapkan metode control landfill di TPA itu. Dengan metode ini setelah diturunkan dari truk dan pemulung mengambil bagian yang bisa dijual lagi, sampah segera ditimbun dengan tanah.
Selain itu, aktivitas pembuangan sampah yang mencapai 400-500 ton per hari juga hanya dipusatkan di salah satu lokasi seluas sekitar 2 hektar. Metode tersebut membuat TPA tak berbau dan sebagian besar lahan tetap hijau dengan rumput dan pepohonan.
TPA Puuwatu pun telah dilengkapi dengan taman dan pendopo untuk menerima kunjungan tamu. Bahkan direncanakan, fasilitas wisata semakin dilengkapi seperti ditambah dengan atraksi flying fox dan jelajah off-road untuk menikmati medan berbukit-bukit di kawasan TPA.
Dengan inovasi sederhana, dibarengi kemauan, Kendari telah membuktikan, kota bisa mengubah sampah menjadi berkah.
STRATEGI PEMERINTAHAN
Menuju Kota Hijau
Sebagai ibu kota provinsi, Kota Kendari adalah etalasenya Sulawesi Tenggara. Kota multietnis berpenduduk lebih kurang 300.000 jiwa itu berupaya menjadi kota yang layak huni bagi semua warganya.
Wali Kota Kendari Asrun pun menyadari posisi penting kota yang pada 9 Mei menginjak usia 184 tahun tersebut. Dalam periode kedua kepemimpinannya saat ini (2012-2017), Asrun mencanangkan visi menjadikan Kendari sebagai "Smart and Green City" atau Kota Cerdas dan Hijau. Untuk mewujudkan itu, upaya yang dilakukan antara lain penataan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Puuwatu dengan konsep pengelolaan ramah lingkungan dan pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi di Kampung Mandiri Energi di Kecamatan Puuwatu.
TPA Puuwatu, yang beroperasi sejak 2002, awalnya menggunakan metode open dumping atau hanya membuang sampah ke lahan. Secara bertahap, mulai 2008 diterapkan sistem control landfill dengan menimbun sampah yang dibuang dan tahun ini ditargetkan beralih ke sistem sanitary landfill atau penanganan sampah hingga aman bagi lingkungan.
Selain di TPA Puuwatu, pemanfaatan gas metana juga dikembangkan ke Pasar Kaki Lima Paddy's Market, pasar milik Pemkot Kendari yang berlokasi di pusat kota. Sampah dari aktivitas pasar ditimbun dan gas metananya disalurkan untuk bahan bakar memasak sejumlah warung di pasar itu.
"Konsep pemanfaatan energi metana dari sampah itu akan diterapkan di wilayah lain di Kota Kendari," ujar Asrun, akhir April lalu. Caranya dengan membuat TPA mini di permukiman padat kota. Salah satu yang tengah disiapkan adalah pembuatan TPA mini di perumahan pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Kendari di Kecamatan Baruga. Di lokasi itu, telah dibangun sekitar 100 rumah dari rencana total 1.000 rumah.
Asrun menjelaskan, pengolahan sampah dengan metode ini memberikan keuntungan bagi warga karena gas metana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar memasak. Bagi warga kurang mampu, hal tersebut dapat membantu mengurangi pos pengeluaran sehari-hari. Pemkot pun tak perlu repot dan menyisihkan anggaran untuk mengangkut sampah dari permukiman warga ke TPA Puuwatu. Setiap hari, sampah yang diangkut ke TPA itu 400-500 ton. "Pengelolaan sampah di permukiman juga akan mengurangi volume sampah kota dan otomatis memperpanjang usia TPA Puuwatu," ujar Asrun.
Transportasi massal
Selain penanganan sampah, Kendari juga sedang merintis pengembangan transportasi publik massal yang nyaman, tertib, dan modern. Saat ini, layanan transportasi umum di Kendari masih sebatas angkutan perkotaan (angkot), taksi, becak, dan ojek sepeda motor. Meski volume lalu lintas kendaraan terbilang ringan, Asrun mengatakan, masyarakat yang berorientasi kepada transportasi massal ketimbang pribadi harus ditumbuhkan sejak sekarang, sebelum terlambat seperti kota-kota lain.
Impian lain dalam visi kota cerdas dan hijau dalah membuat sistem teknologi informasi yang memungkinkan pemkot mengetahui permasalahan kota secara real-time agar bisa bergerak cepat untuk menanganinya. Semisal, ada kebakaran di suatu tempat, wali kota dan seluruh jajarannya cepat tahu sehingga bisa langsung merespons. (ENG)
Sumber: Kompas, 9 Mei 2015
Komentar
Posting Komentar