Menanam Tanpa Perlu Lahan

Apa jadinya ketika stok pangan tak sebanding dengan kebutuhan warga? Food crash. Hal ini sempat terjadi di Venezuela. Penduduk negara dengan GDP per kapita lebih tinggi dibandingkan Indonesia ini harus mengantre membeli bahan makanan hingga berjam-jam. Mereka memiliki uang, tetapi tak ada bahan makanan yang bisa dibeli.

MUHAIMIN Iqbal selaku pendiri iGrow menuturkan, Lembaga Riset Internasional, McKinsey Global Institute memprediksi pada 2030, sekitar 7 dari 10 penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Bahkan, pada 2045, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan bertambah hingga mencapai 85 persen.

Seperti kita tahu, problem masyarakat di perkotaan yaitu makanan. Sekarang saja kita mengimpor beberapa jenis makanan. Bayangkan apa yang akan terjadi ketika semakin banyak orang yang tinggal di perkotaan?

Fakta lainnya, lahan pertanian kini semakin menyempit. Penduduk semakin bertambah. Hal tersebut secara tak langsung menyebabkan produktivitas lahan menjadi menurun. Jika hal ini terus terjadi, Indonesia diprediksi akan mengalami problem pangan yang serius pada masa depan.

Konsep mengonsumsi makanan

Untuk menyiasati hal tersebut, Iqbal berharap Indonesia bisa mengubah konsep mengonsumsi makanan. Masyarakat Indonesia lebih condong mengonsumsi makanan berbasis biji-bijian. Contohnya padi yang perlu ditanam di tanah khusus. Selain itu, kita sering mengonsumsi daging. 

"Daging sebenarnya hanya kenikmatan. Untuk mendapatkan nutrisi, kita bisa mendapatkan dari buah dan sayur. Makanan terbaik untuk kita yaitu yang fitrah default. Contohnya, ketika sakit, dokter akan menyarankan kita untuk mengonsumsi buah dan sayur," jelas Iqbal.

Oleh sebab itu, Iqbal menyarankan untuk mengganti kebiasaan mengonsumsi makanan biji-biian dan daging ke buah dan sayuran. Selain memiliki nutrisi yang tinggi, sayur dan buah-buahan bisa ditanam di tanah apa saja. Bahkan, kita bisa menanam di dalam ruangan dengan konsep microgreen.

Menurut Sofyan Arie selaku Penanggung Jawab Greenhouse di Startup Center di Depok, microgreen adalah tanaman yang dipanen dalam waktu yang relatif cepat dan memiliki nutrisi tinggi. Sofyan menjelaskan, usia tanaman dibagi menjadi tiga. Pertama, usia kecambah (3-7 hari), microgreen (14-21 hari), dan tanaman dewasa (40-60 hari).

Tanaman microgreen cocok ditanam oleh orang-orang perkotaan. Pasalnya, orang kota tak memiliki lahan yang luas untuk menanam sayuran. Menariknya, tanaman ini bisa ditanam di media apa saja. Misalnya, di pot kecil atau mika bekas brownies. Dengan menanam tanaman microgreen, kita bisa menanam makanan sendiri.

Model pertanian baru

Hal ini sejalan dengan konsep startup lokal yang sedang menjadi buah bibir di berbagai negara, yaitu iGrow. Mengusung tagline, "I grow my own food", iGrow ingin mengajak masyarakat untuk menanam sendiri makanannya.

Iqbal menjelaskan, iGrow mengintegrasikan tiga sumber daya pertanian yang biasanya terpisah, yaitu petani, pasar, dan pemodal. iGrow adalah sebuah platform yang membantu petani lokal, lahan yang belum optimal diberdayakan, dan para investor penanaman untuk menghasilkan produk pertanian organik berkualitas tinggi.

Hingga saat ini, hanya dengan pasar Indonesia, iGrow mempekerjakan 2.200 lebih petani di 1.197 hektar lebih lahan dan memperoleh lebih dari 350 ton panen kacang tanah yang baik dan berkualitas. iGrow menciptakan model pertanian baru yang scalable dan efisien.


Cara kerja iGrow cukup menarik. Awalnya, mereka mengidentifikasi tanaman yang punya kebutuhan tinggi di pasar, stabilitas harga, dan karakteristik yang baik. Setelah itu, mereka menghubungkan petani dan lahan yang bisa digunakan. Terakhir, mereka membuka peluang pembiayaan penanaman kepada kaum urban.

Jika tertarik ikut serta dalam program ini, Anda bisa membuka laman www.igrow.asia. Di laman tersebut, Anda bisa memilih ikut proyek penanaman benih tertentu. Setelah ikut serta, Anda akan mendapatkan laporan perkembangan tanaman hingga mendapatkan bagi hasil ketika panen. 

Menariknya, Anda bisa memilih untuk menikmati sendiri hasil panen. Hal ini sesuai dengan konsep I grow my own food. Jika diibaratkan sebuah gim, iGrow akan memberikan Anda pengalaman menanam seperti di gim Farmville. Bedanya, Anda bisa menikmati hasil panen tanaman secara nyata.

Monitor karbon dioksida

Big Zaman selaku Team Leader Badr Interactive menuturkan penggunaan teknologi di iGrow. Menurut Big, sekarang iGrow masih fokus mengajak orang untuk memilih bibit tanaman via situs web.

"Di situs web igrow.asia, terdapat beberapa fitur yang user friendly. Mulai dari fitur pembelian, penjelasan iGrow, bibit yang dijual, hingga bentuk investasi. Kami juga sekarang sedang membuat fitur simulasi bagi hasil per bibitnya. Beberapa bulan ke depan, akan diluncurkan aplikasi di Android dan iOs," ujar Big.

Peran lain teknologi di iGrow yaitu dari sisi modelling karbon dioksida (CO2). Iqbal menjelaskan, kita selalu mengklaim memiliki banyak hutan, tetapi tak bisa mengklaim berapa jumlah karbon dioksida yang dimiliki. Di iGrow, mereka memonitor tanaman mulai dari segi usia, jenis, profil, hingga karbon dioksida yang dihasilkan. Hingga artikel ini dibuat (3/6), tanaman yang ditanam di iGrow telah menyumbang 228,231 kilogram karbon dioksida.

Iqbal berharap, jika Uber bisa menjadi jaringan taksi terbesar di dunia tanpa harus punya taksi, maka iGrow bisa menjadi jaringan petani terbesar di dunia tanpa perlu memiliki lahan. Lebih jauh lagi, jika masyarakat mulai bergerak menanam makanan untuk diri sendiri diharapkan Indonesia akan mencapai ketahanan pangan pada masa mendatang. [INO]



Sumber: Kompas, 6 Juni 2016

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...