Perca Jadi Suvenir Premium
OLEH IRMA TAMBUNAN
Bertahun-tahun membangun usaha di dunia kuliner, Sheika Naning (48) akhirnya tertambat pada lembaran-lembaran kain perca. Setiap kali melihat tumpukan perca, otak Naning langsung berputar cepat. Ide-ide liar berseliweran ingin mengubahnya menjadi berbagai jenis kerajinan tangan.
Di tangan Naning, kerajinan yang berbahan dasar dari sisa-sisa jahitan pakaian berubah menjadi produk bernilai premium, mulai dari tas kasual hingga tas pesta, bungkus laptop, dompet, boneka "Anak Rimba", ataupun pakaian. Dari setumpukan limbah tak bernilai jual, ia mengolahnya menjadi buah karya berharga sampai ratusan ribu rupiah.
Kecintaan mengolah perca batik tumbuh tanpa sengaja. Ia semula menjalankan katering yang telah digeluti sejak lulus dari Akademi Kejuruan Kewanitaan Tarakanita, tahun 1990-an. Namun, suaminya, Deni Widarma (almarhum), kerap protes karena hampir setiap hari Naning sudah pergi ke pasar sejak pukul 03.00 untuk mengurusi pesanan masakan. Waktunya benar-benar tersita di dapur.
Tak lama, Naning pun akhirnya berhenti. Terlebih ia harus pindah karena sang suami berdinas di Kerinci yang berjarak lebih dari 400 kilometer dari Kota Jambi.
Sepeninggal sang suami tahun 2006, Naning baru memikirkan kembali untuk membangun usaha. Ia memiliki dua anak yang masih bersekolah. Ia pun membuka usaha menjahit pakaian. Usaha itu makin berkembang. Sebagian hasil jahitannya merupakan pesanan istri-istri pejabat daerah.
Suatu ketika mantan istri Gubernur Jambi, Ratu Munawaroh, menawarinya sejumlah kain batik tulis khas Jambi. Tumpukan kain tersusun rapi itu diliriknya, tetapi tidak satu pun yang menarik hati.
Di lain waktu, Naning melihat setumpuk kain perca batik di tempat usaha jahit temannya. Melihat tumpukan kain yang akan dibuang pemiliknya, Naning merasa sayang. Tiba-tiba muncul ide untuk memanfaatkannya. Ia pun membeli limbah kain itu.
Sampai di rumah, Naning langsung mencuci semua kain perca itu. Setelah kering, satu per satu kain perca disusunnya, dipadu-padankan, lalu dijahit. Hasilnya, jadilah tas-tas ringan bermotif tradisional. Ada lagi, ia juga membuat dompet wanita. Perca batik dipadu dengan kain katun, sutra, ataupun kain berbahan tebal, sehingga akhirnya menghasilkan padanan yang elegan.
Banyak temannya melihat karya itu langsung tertarik. Dari situ Naning menyadari potensi pasar yang besar terhadap kerajinan yang memadukan konsep modern dan motif tradisional.
Kepada para calon pembelinya, Naning tak sungkan memberi tahu bahwa kerajinan itu memanfaatkan kain perca. Namun, tidak sembarang perca yang ia pakai. Naning hanya memilih perca batik dari bahan yang berkualitas baik serta motif batik khas Jambi, seperti angso duo, melati, durian, perahu Kajang Lako, atau Candi Muaro Jambi.
Mengetahui bahan yang digunakan, calon pembeli bukannya mundur. Mereka malah tertarik akan konsep tersebut. "Justru mereka sangat takjub mengetahui kain limbah bisa diolah sedemikian rupa menjadi produk yang cantik," katanya.
Terlebih lagi seluruh produk kerajinan itu dibuat berbeda-beda antara yang satu dan lainnya. Itu berarti setiap karyanya serba eksklusif jahitan dari tangannya sendiri. Setiap produk membutuhkan proses cukup panjang. Untuk membuat boneka batik bertema "Anak Rimba", misalnya, Naning melakukannya melalui 21 tahapan, antara lain mulai dari membuat pola, memotong, menyusun pernak-pernik, menyulam, membentuk badan boneka "Anak Rimba", menjahit baju kurungnya, hingga membuat tas yang disampirkan pada si boneka.
Salah satu produk yang unik adalah seri tas komik. Jika orang membeli salah satu tas itu, mereka seperti sedang membaca sebuah cerita pendek. Namun, jika keempat tasnya dibeli, mereka bagai mengikuti seluruh kisah hingga akhir.
Produk tas lain yang tidak kalah unik adalah paduan kain ulos Batak dan kepingan mata uang Tiongkok. "Yang satu ini memafaatkan perca ulos, ternyata diminati untuk tas kondangan," katanya.
Kini, hasil usaha kerajinannya yang diberi nama Iko Batik Jambi Handycraft itu makin dikenal berbagai kalangan, mulai dari ibu-ibu darma wanita hingga kolektor batik. Produk-produknya dapat dibeli di gerai kerajinan di Bandara Sultan Thaha, Jambi, serta di sejumlah pusat oleh-oleh di Kota Jambi. Ia pun kerap diundang mengisi sejumlah pameran kerajinan di Jakarta, Yogyakarta, dan Medan. Hasil penjualannya rata-rata mencapai Rp 7 juta per bulan.
Sumber: Kompas, 17 Desember 2016
Komentar
Posting Komentar