Pajri Tibak: Bank Sampah untuk Kebaikan Bersama

OLEH MEGANDIKA WICAKSONO

Setiap kali melihat warga membuang sampah di tepi jalan dan sungai, Pajri Tibak prihatin dan gelisah. Ia berusaha menghentikan kebiasaan buruk itu dengan menyodorkan bank sampah. Warga bisa menukarkan sampahnya dengan pulsa, listrik, atau rupiah. Usaha kerasnya yang berliku akhirnya berbuah manis.

Pukul 13.00, hujan yang mengguyur Sampit sejak pagi baru saja reda. Meski mobil bak terbukanya sempat mogok, Pajri Tibak (27) tetap bersemangat menjemput sampah para nasabah Bank Sampah Sadar Lingkungan (BSSL). Ditemani Husnul Kotimah (37), sang kakak, dan Fitriyati (37), salah satu petugas bank sampah, Pajri mengisi penuh bak mobil dengan sekitar 300 kilogram sampah.

"Melalui bank sampah ini, saya ingin mengajak warga memilih sampah dan peduli terhadap lingkungan," kata Pajri, perintis dan pengelola BSSL, saat ditemui di kediamannya sekaligus lokasi BSSL di Jalan Kenan Sandan, Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, akhir November lalu.

Pajri mendirikan BSSL karena sering melihat warga seenaknya membuang sampah. Pada 2013, ketika ia tinggal di Jalan Muchran Ali, Gang Kayu Putih, di sekitar tepi Sungai Mentaya, ia prihatin sekaligus gelisah melihat sampah yang dibuang warga menumpuk di sungai dan tepi jalan.

Dari situ, ia mulai tertarik membaca sejumlah referensi tentang sistem pengelolaan bank sampah di internet. Ia juga mencoba bertanya kepada sejumlah bank sampah di beberapa kota besar, seperti Malang, Yogyakarta, Banjarmasin, dan Balikpapan.

Setelah mendapat pengetahuan tentang bank sampah, Pajri bersama kakak dan istrinya, Badariah, merintis bank sampah di Sampit. Awalnya, ia mencoba mengajak delapan murid SD untuk mengumpulkan sampah.

Usahanya ternyata tidak mulus. Ia justru mendapat ejekan, cibiran, dan label sebagai pemulung. Orangtua anak-anak SD yang Pajri libatkan untuk mengumpulkan sampah pun marah.

Karena idenya belum diterima, sampah yang dikumpulkan pun tidak banyak, hanya 14 kilogram. Jika diuangkan hanya Rp 18.000.

Pajri pun kemudian membuat strategi lain. Ia dekati kerabat dan keluarganya untuk meminta mereka tidak membuang sampah sembarangan. Ia juga mengajak mereka untuk memilah dan menabung sampah.

Dari keluarga dan kerabat, gerakan menabung sampah ditularkan kepada para tetangga. Mereka tertarik karena Pajri memberikan layanan menarik, yakni membayar sampah yang mereka setor dengan pulsa telepon genggam. "Orang-orang mulai sadar bahwa sampah bisa dimanfaatkan. Selain bisa untuk membeli pulsa, mereka juga bisa membayar listrik dan air dengan sampah," tuturnya.

Perlahan tapi pasti, jumlah nasabah bank sampah bertambah, apalagi Pajri mau menjemput sampah ke rumah-rumah nasabah. Hingga Oktober 2016, pria yang juga bekerja sebagai teknisi telepon seluler itu berhasil mengajak 858 orang untuk menjadi nasabah di BSSL. "Para nasabah berasal dari sekitar 100 RT di tiga kecamatan, yaitu Baamang, Kota Besi, dan Ketapang," paparnya.

Untuk menjadi nasabah, warga hanya perlu mengisi formulir pendaftaran dan menabung sampah, baik plastik, kertas, kardus, koran, logam, kaleng, maupun barang bekas seperti baju bekas minimal seberat 2 kilogram. Kemudian, nasabah akan mendapatkan buku tabungan untuk mencatat setiap transaksinya.

Dari para nasabah itu, kini Pajri bisa mengumpulkan 6-7 ton sampah dengan omzet per bulan mencapai Rp 16 juta dan laba Rp 2 juta.

Gerakan bank sampah yang diinisiasi Pajri ini telah dilirik oleh Bank Kalteng. Bank itu memberikan bantuan sebuah kendaraan bermotor roda tiga untuk menjemput sampah ke permukiman padat pada 2015.

Oktober 2016, Pajri terpilih menjadi Terbaik Pertama Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kepeloporan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Penyulingan

Tidak berhenti sampai di situ, Pajri mengamati bahwa sampah plastik keresek sangat melimpah, tetapi harganya sangat murah, yaitu Rp 800 per kilogram. Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga plastik bak campur (PBC) yang mencapai Rp 1.600 per kilogram.

Atas pertimbangan itu, Pajri pun berinisiatif membuat alat penyuling sampah plastik atau disebut pyrolysis reactor machine. Dalam tiga tahun terakhir, Pajri sedikitnya telah 13 kali mencoba membuat alat penyuling sampah plastik yang bisa menghasilkan minyak setara solar. Ia belajar secara otodidak dan belajar dari internet.

Dengan bahan pelat besi bekas, Pajri membuat alat penyuling yang terdiri atas tiga ruang, yaitu kotak pembakaran di bagian bawah dan dua tabung kondensor atau tempat penampungan asap di bagian tengah dan atas.

"Dari 5 kilogram sampah plastik keresek, bisa dihasilkan 1 liter minyak setara solar," ujar Pajri.

Berkat karya tersebut, Pajri mendapat kesempatan bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan di Jakarta, awal November lalu. Ia masih memproses hak paten atas karyanya tersebut.

Pada peringatan yang ke-88 Hari Sumpah Pemuda dan Jambore Pemuda Indonesia, Oktober lalu, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi di Istana Isen Mulang, Palangkaraya, mengapresiasi karya dan usaha Pajri.

Mesti telah mendapatkan apresiasi, bantuan, dan penghargaan dari sejumlah pihak, menurut Pajri, pemerintah daerah setempat justru kurang memberikan perhatian pada upaya pengelolaan sampah melalui bank sampah. Padahal, ia mengatakan mendapat tawaran untuk mengelola sampah di Kota Palangkaraya,bahkan mengelola sampah di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.



PAJRI TIBAK
  • Lahir: Sampit, 5 April 1989
  • Istri: Badariah (26)
  • Anak:
    • Nur Syifa Tibak (7)
    • Muhammad Fajar Tibak (9 bulan)
  • Pendidikan: SMA Negeri 6 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 2008
  • Kegiatan:
    • Pengelola Bank Sampah Sadar Lingkungan
    • Ketua NU Care - LAZISNU (Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nadhlatul Ulama) Cabang Kalimantan Tengah
  • Penghargaan:
    • Juara I Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
    • Terbaik I Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kepeloporan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 2016



Sumber: Kompas, 23 Desember 2016

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...