Meraup Rezeki dari Cacing Tanah

Bagi sebagian orang, cacing tanah dipandang sebelah mata. Fungsinya tidak lebih sebagai umpan untuk memancing atau pakan ternak. Namun, di tangan mereka yang jeli, hewan tanpa tulang yang juga hemafrodit ini menjadi sumber penghasilan yang lumayan. Bahkan ada yang telah bertahun-tahun menekuninya hingga berdiri sebuah perusahaan yang menghasilkan produk cacing olahan.

Orang awam yang baru pertama kali datang pasti tak mengira jika di balik hamparan tanah yang menghitam di atas terpal plastik dan ditumbuhi oleh ribuan tanaman tomat muda itu, tersimpan ratusan kilogram cacing tanah (Lumbricus terrestris). Hewan hemafrodit berbagai ukuran inilah yang tiga tahun terakhir diternak oleh Sungkono (56), warga Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.

Begitu tanah yang mirip kompos itu dibalik, barulah terlihat cacing-cacing kemerahan menggeliat. Sungkono sendiri menggunakan media pelihara terbuat dari serbuk gergaji yang biasa dipakai sebagai media tanam jamur (log jamur) yang dioplos dengan sabut kelapa (cocopeat).

"Semua ada 150 kotak beralas terpal dengan ukuran masing-masing 0,6 meter x 1,5 meter. Setiap kotak berisi 8 ons benih cacing," ujarnya, saat ditemui, Selasa (3/5).

Untuk menghidupi binatang peliharaannya, Sungkono menaburkan sisa-sisa makanan, sayuran, dan kotoran ternak sebagai pakan. Tidak tanggung-tanggung, ada 16 bak plastik bekas cat ukuran 25 kilogram ditebar kotoran sapi dan sisa sayur dari pasar di atas media pelihara.

Tahun 2013 merintis bisnis

Sungkono memulai beternak cacing sejak pertengahan 2013 dengan memanfaatkan lahan kandang bekas ayam di belakang rumahnya di pinggiran desa. Sebelum bergelut dengan cacing, ia lebih dulu menjadi peternak ayam potong. Namun, usaha ayam itu berhenti lantaran imbas wabah flu burung tahun 2004 silam. Harga ayam potong yang saat itu anjlok menjadi Rp 2.300 per kilogram membuat usahanya rugi.

Setelah beberapa tahun mengandalkan pendapatan dari bekerja di perusahaan rokok setempat, ia pun mulai merintis kembali bisnis. Kali ini, ia berbisnis budidaya cacing. Bekas kandang seluas 12 meter x 30 meter yang dikelilingi pagar dari semen itu ia gunakan semua untuk budidaya cacing.

Namun, hujan deras yang terjadi sejak satu bulan terakhir membuat dua pertiga bagian kandangnya roboh. Untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan, Sungkono juga membuat kolam ikan di dasar kandang, yaitu di bawah tempat memelihara cacing.

Masih teringat di benak Sungkono saat dirinya pertama kali menebar benih sebanyak 64 kilogram cacing. Dari jumlah tersebut, ia berhasil panen kali pertama sebesar 80 kilogram. Sungkono memilih waktu panen 32 hari pasca semai benih. "Setelah itu, saya biasa mendapatkan 15-20 kilogram dalam sekali panen," ucap Sungkono yang mendapatkan pengetahuan beternak cacing dengan cara ikut pendidikan dan latihan di salah satu peternak cacing yang telah sukses di Kota Malang.

Lelaki yang baru saja mendapat bantuan alat pengolah tanah dan nutrisi untuk bidudaya cacing (soil tilting and nourishment machine worm farmer) dari program Learning Express Politeknik Singapura bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang itu mengaku selama ini harga cacing cenderung fluktuatif. Jika tahun lalu harga 1 kilogram cacing masing Rp 40.000, saat ini turun menjadi Rp 23.000.

Akses pasar

Peternak sendiri tidak menemui kesulitan untuk menjual hasil budidaya karena mereka tinggal membawa peternak dan pengusaha yang menjadi mitra di Kota Malang. Dari sang mitra itulah nantinya cacing hasil budidaya itu dikirim ke pabrik besar di luar daerah.

Ialah Didik Basuki Raharjo (61) yang baru beberapa bulan terakhir menekuni budidaya cacing. Berbeda dengan Sungkono yang memiliki lahan luas, Didik memanfaatkan halaman samping rumahnya yang cukup sempit di Jalan Cemara Kipas, Batu. Ia membuat kotak-kotak kayu kecil sebagai tempat budidaya yang diletakkan secara bertingkat. 

Konsultan bangunan yang juga bekerja di salah satu perusahaan tambang batubara di Kalimantan Selatan itu, baru memiliki 56 kotak dengan bibit awal 100 kilogram. Kini untuk pengembangan, ia menyewa lahan seluas 200 meter persegi yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di sentra tanaman hias Batu.

Setiap bulan, Didik mampu menghasilkan 500 kilogram cacing, yang mana 300 kilogram di antaranya merupakan hasil budidaya adiknya yang ada di Jember. "Teori beternak cacing mudah. Namun, dalam praktiknya kita sering menemui masalah, salah satunya hama. Di sini cukup banyak hama, seperti tikus. Ada juga kutu tanah yang naik dari bawah tanah. Kutu ini tidak menyerang, tetapi berebut makanan dengan cacing," ucapnya.

Berdasarkan teori, 1 kilogram benih cacing yang ditabur akan berkembang menjadi 15 kilogram dalam kurun waktu 5 bulan. Dari jumlah tersebut, cukup seperempatnya yang dijual. Sisanya dibuatkan agar berkembang biak. Didik sendiri telah memanen empat-lima kali selama enam bulan budidaya. "Sudah 200 kilogram yang saya jual atau dua kali lipat dari benih."

Harga benih pun bervariasi, mulai Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per kilogram, tergantung jenis. Didik sendiri mendapatkan benih dari peternak yang telah sukses di Malang dan sekaligus bergabung menjadi mitranya.

Adalah Abdul Azis Adam Maulida, peternak cacing yang sukses menjadi pengusaha dari hilir hingga hulu. Kini dibantu sejumlah karyawan, lelaki yang akrab disapa Adam ini tidak saja membudidayakan cacing hidup, tetapi juga memproduksinya menjadi bahan setengah jadi, yakni jus cacing. Ia pun kemudian mendirikan perusahaan dengan bendera CV Rumah Alam Jaya (RAJ) Organik.

Menurut Adam, kini dirinya mengirimkan sekitar 6 ton jus cacing ke sebuah industri di Jawa Timur setiap bulan. Jus itu dikirim ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk turunan, seperti antibiotik, kosmetik, dan campuran nutrisi makanan ternak. CV RAJ Organik sendiri bersama mitra juga menghasilkan beberapa produk, salah satunya pupuk cair organik berbahan cacing.

"Saya baru bisa mengirim ke pabrik 6 ton dari total kebutuhan pabrik yang mencapai 20 ton per bulan," tutur Adam.

Ia memiliki sekitar 1.000 mitra di Jatim, dengan 100-200 di antaranya ada di Malang Raya. Selain hasil budidaya sendiri, Adam juga mengumpulkan cacing dari mitranya. Tidak hanya itu, ia juga menyediakan benih cacing hingga mengajarkan cara budidaya cacing yang benar. (DEFRI WERDIONO)




Sumber: Kompas, 29 Mei 2016

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...