TIPS KELUARGA ECO-FRIENDLY: Pentingnya Peran Ibu
Perilaku cinta lingkungan alias green living bisa dimulai dari keluarga. Mulai dari pemilahan sampah rumah tangga, penggunaan air yang bijak, serta penghematan daya listrik.
Sudah lama Egi Sutjiati (47) menaruh perhatian pada masalah lingkungan. Ia suka melihat rumput hijau, air bersih, taman kota, dan lingkungan asri yang tertata rapi. Namun, ia mengaku tak bisa berbuat banyak untuk mengubah lingkungan. Yang bisa ia lakukan, "Saya memulai pola hidup go green dari rumah. Kebetulan saya pernah menghadapi masalah sampah di lingkungan tempat tinggal saya di Jatimurni, Bekasi," kisah Egi, pemerhati lingkungan.
Egi menceritakan, beberapa tahun lalu penggunaan bak sampah belum begitu banyak di lingkungan tempat tinggalnya. Untuk memberi contoh kepada warga sekitar, ia lalu sengaja membuat bak sampah di depan rumahnya dengan ukuran cukup besar, yaitu panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 1 meter. "Sebenarnya, sampah rumah tangga tidak begitu banyak. Tapi, kok, bak sampah saya selalu penuh. Kalau hanya sampah organik misalnya kulit pisang enggak apalah. Yang bikin kesal, banyak sampah dari industri konveksi berupa potongan-potongan kain. Wah, dikira tempat sampah saya ini milik umum," kata Egi seraya mengatakan pembuangan sampah dikelola lingkungan RT/RW.
Untuk memberi pelajaran kepada masyarakat, Egi membongkar tempat sampahnya. "Saya harap hal ini jadi bagian edukasi bagi masyarakat agar punya tempat sampah sendiri. Secara enggak langsung saya ingin katakan 'urusan sampah ini juga problem Anda'. Saya lalu bikin tempat sampah di dalam lingkungan rumah. Saya mencoba mengelola sampah sendiri. Kalau di luar, kan, ada yang mengangkat. Kalau di dalam rumah, ya, kami urus sendiri."
Saat itulah, Egi berpikir untuk mengurangi jumlah sampah di rumahnya. Dari pengalamannya inilah Egi sekaligus memberikan berbagai tips untuk pembaca. "Saya sering menuliskan pengalaman mengelola sampah di blog. Terkadang saya juga nulis di Kompasiana."
Menurut Egi, cara mengurangi jumlah sampah rumah tangga sebenarnya tak sulit. Hanya soal mengubah kebiasaan saja. Egi lantas berbagi cara-cara mudah untuk menjadi pribadi yang eco-friendly.
Kurangi Plastik
1 Saat belanja, jika memungkinkan, Egi tak mau barang belanjaannya dimasukkan tas kresek. "Jika barang belanjaan sedikit, biasanya cukup ditenteng sendiri. Kalau banyak, baru saya bersedia. Karena kita juga harus realistis. Saat ini sama sekali tak menggunakan tas plastik, nyaris tak mungkin."
2 Saat membeli barang misalnya lipstik, Egi terbiasa hanya mengambil lipstiknya saja, sedangkan kotak kemasannya tak ia bawa. Kemasan yang tak ada gunanya, sebaiknya tidak usah dibawa pulang. "Pernah si penjaga toko bertanya. Saat itulah saya menyebutkan alasannya sekaligus memberi edukasi."
3 Membawa tas belanjaan saat belanja ke pasar tradisional. Menurut Egi, yang dilakukannya ini seperti ibu-ibu zaman dulu. Misalnya beli tempe, ia tak mau dikemas dengan plastik. Jika si penjual punya koran, "Saya pilih dikemas pakai koran saja. Kalau pun tidak, langsung saya masukkan keranjang belanjaan. Sering memang terpaksa pakai plastik, misalnya beli tahu. Biasanya, kan, tahu ada airnya, jadi diwadahi plastik."
4 Sampah-sampah plastik itu, oleh Egi tidak langsung dibuang tapi dicuci pakai sabun kemudian dijemur dan disimpan. Tas plastik itu bisa dipakai berkali-kali. "Pas mau masak daging, saya terbiasa beli daging misalnya satu kilo, dagingnya saya potong-potong dan dimasukkan ke beberapa plastik. Satu plastik untuk sekali masak. Daging yang lain dimasukkan kulkas. Setelah beberapa kali pakai, barulah plastik itu dibuang."
5 Saat belanja, minta tas plastik berbahan singkong yang ramah lingkungan. Bedanya dengan tas plastik biasa, dalam beberapa minggu plastik jenis cassava ini bisa diurai oleh tanah. "Saya lihat di beberapa gerai sudah menggunakan plastik jenis ini."
6 Membuat lubang biopori. Di rumahnya yang seluas 770 meter persegi, Egi membuat banyak lubang biopori. Lubang ini untuk mengurangi sampah rumah tangga. "Sampah organik, saya masukkan ke lubang biopori, misalnya sisa makanan, tulang, kulit bawang atau sayuran setelah memasak. Daun-daun yang rontok dari pepohonan juga bisa dimasukkan ke lubang biopori."
Lantas bagaimana jika tidak punya lahan? Menurut Egi, bisa bikin lubang biopori di parit depan rumah. Kalaupun parit di depan rumah terpaksa disemen, "Semennya sedikit saja, sehingga masih bisa dibor untuk lubang biopori. Sebagian rumah saya juga ada konblok, tapi saya bikin semacam parit untuk lubang biopori. Lubangnya cukup 10-15 cm, sebaiknya dengan kedalaman 1-1,5 meter." Satu bulan kemudian, sampah ini sudah jadi kompos.
7 Untuk sampah kering, seperti koran, jika bisa mendaur ulang memang lebih baik. Kalaupun tidak, koran-koran ini bisa dijual ke pemulung. "Saya biasa memberikan kepada sopir, sekaligus untuk tambahan penghasilan dia."
Soal pengelolaan sampah ini, Egi merasa beruntung karena di rumahnya ada pengelola sampah swasta yang sanggup mengelola sampah dengan baik. Sampah yang sudah dipilah-pilah itu dicacah. "Hasilnya terbagi jadi tiga yaitu kompos, sampah daur ulang, dan satu lagi biomassa, bahan bakar untuk industri."
Hemat Air
Tentang pemakaian air, menurut Egi, ibu-ibu rumah tangga bisa menghemat air. Cara yang dilakukan Egi di rumahnya:
1 Menggunakan shower untuk keperluan mandi. Menurut Egi, penggunaan airnya lebih hemat ketimbang jebar-jebur pakai gayung. Mandi berendam juga merupakan cara yang paling boros air.
2 Jika di rumah ada tetes-tetes dari keran air, "Segera diperbaiki kerannya," kata Egi. Keran bocor bisa menumpahkan air bersih hingga 13 liter per hari, lho!
3 Menggunakan sabun cuci pakaian dan sabun cuci piring yang ramah lingkungan. Sabun kimia yang banyak beredar, menurut Egi, menghasilkan banyak busa. Untuk keperluan mencuci, busa yang banyak membuat penggunaan air jadi banyak juga. Air cucian ini juga bisa mencemari lingkungan. Berbeda dengan sabun ramah lingkungan yang bisa dibeli di beberapa mal. Busanya sedikit, tak perlu menggunakan banyak air untuk membilas pakaian. Airnya pun masih bisa dipakai buat menyiram tanaman. Sabun jenis ini diproduksi memang untuk membuat bumi ini lebih green. Harga sabun ramah lingkungan memang relatif lebih mahal daripada sabun biasa.
4 Untuk mencuci peralatan dapur, jangan dari keran air yang mengucur. Cara ini boros air. Cara yang dipakai ibu-ibu zaman dulu lebih bijaksana. Ambil dua ember dan isi air. Satu ember untuk sabun, satu ember lagi untuk membilas.
5 Mencuci pakaian dengan mesin cuci, kata Egi, juga lebih hemat air. Hindari menggunakan mesin pengering bila matahari sedang bersinar terang. Jemur dan biarkan pakaian kering secara alami.
6 Kalau mencuci tanpa mesin cuci, pakai sabun batangan yang sebenarnya lebih ramah lingkungan.
7 Pencuci pakaian dari tanaman juga ramah lingkungan. Misalnya, pakai lerak untuk mencuci batik. Sayangnya, masih jarang dijual di berbagai mal.
Bijak Pakai Listrik
1 Saat membangun rumah, desain rumah sebaiknya yang memungkinkan banyak cahaya masuk. Sehingga, tak perlu pakai listrik di siang hari.
2 Untuk pemakaian AC di kamar, biasakan menggunakan timer, misalnya sekian menit. Biasanya bila sudah tidur, AC tak lagi menyala. Kalaupun terpaksa menggunakan AC, setel pendingin di suhu 24 derajat atau lebih.
3 Untuk menghemat listrik, Egi menerapkan aturan di rumahnya, lampu-lampu rumah baru dinyalakan setelah jam 17.30. Pagi-pagi, lampu di luar yang tak begitu penting dimatikan.
Begitulah kebiasan-kebiasaan yang dilakukan Egi di rumahnya. Apa yang dilakukannya ini coba ia bagikan lewat tulisan di blog. Bersama kawan-kawannya alumni STAN, ia juga mendirikan PT Bumi Hijau Indonesia yang bergerak di bidang pengelolaan sampah, bekerja sama dengan sebuah institusi. Ia memakai kredo, 'green lifestyle'.
Soal pola go green ini, Egi mengungkapkan, "Kaum perempuan perannya lebih banyak ketimbang lelaki. Soalnya, turunannya banyak. Antara lain mengedukasi pembantu rumah tangga dan anak-anak. Nah, di lingkungan rumah tangga inilah pola hidup go green dimulai," tegasnya.
N HENRY ISMONO
Sumber: Nova 1208/XXIV, 18 - 24 April 2011
Komentar
Posting Komentar