Vania Santoso: Mengolah Sampah, Menghargai Manusia

OLEH AGNES RITA SULISTYAWATY


Sampah menjadi perhatian Vania Santoso (23) sejak 10 tahun silam. Ketekunan dan kegigihan mewujudkan mimpi membuatnya bisa merealisasikan bank sampah di Jemursari, Surabaya, serta tas berbahan daur ulang. Kini, usaha itu menghidupi dirinya berikut 10 anggota timnya.

Berbagai penghargaan nasional dan internasional diperoleh Vania sejak di bangku SMP hingga kini, sebagai hasil konsistensinya mengurangi sampah. Tahun ini, Vania beserta tas merek Startic mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain menjadi satu dari enam pemenang Young Social Entrepreneur dari Singapore International Foundation, 23 Oktober.

Sekilas, tas buatannya menyerupai tas merek ternama yang berbahan kulit sapi. Namun, jangan salah. Bahan baku tas ini memanfaatkan kantung semen yang sudah diolah sehingga penampilannya mirip kulit. Beberapa tas dibuat dengan kombinasi kantong semen dengan kain songket atau kulit sapi.

"Dulu, saya dan tim tidak fokus membuat tas. Tas itu hanya sampingan dari pengolahan sampah. Sebelum memakai kantong semen, tas dibuat dari saset kemasan yang dilipat-lipat seperti halnya tas dari bahan daur ulang yang banyak dibuat di tempat lain. Tetapi, produk ini sulit terserap sehingga akhirnya menumpuk dan jadi sampah lagi," ucap Vania.

Kegagalan di awal tidak membuat Vania putus asa. Secara sengaja dia memilih Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya. Tujuannya, untuk mengembangkan bisnis berbahan daur ulang. Ia pun beberapa kali ikut kompetisi. Semua mengusung tema bisnis tas. Tahun 2014, dia terpilih mewakili kampusnya untuk ikut kompetisi Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional.

Sekitar empat bulan dia meriset penampilan tas garapannya. Dari situ, Vania mendapatkan formula pewarnaan serta pelapis tas agar menarik dan berkelas. Pewarnaan dilakukan dengan bahan alami agar tidak mencemari lingkungan.

"Aku pakai daun dan batang untuk pewarnaan. Lalu dicari juga formula yang pas agar warna bisa meresap betul ke kantong semen. Setelahnya kertas diberi pelapis agar tahan air. Untuk memastikan bahan yang digunakan tidak merusak lingkungan, kami dibantu laboratorium Universitas Airlangga untuk pengetesannya," kata Vania, yang menempati urutan ketiga Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2014, bersamaan dengan lahirnya merek Startic dengan slogan artistic eco-fashion.

Prihatin sampah

Startic tidak mungkin ada tanpa bank sampah yang jadi penyuplai bahan bakunya. Bank sampah ini terwujud dari idealisme Vania dan kakaknya, Agnes Santoso, sejak 2005. Waktu itu, Vania baru masuk SMP. Penyuka kegiatan luar ruang ini prihatin dengan tumpukan sampah yang tidak terolah serta banjir yang kerap melanda sekitar rumahnya.


"Kami mengundang warga di sekitar rumah. Tidak tanggung-tanggung, kami mengundang satu RW. Tetapi, yang datang paling 10-an orang. Itu pun mereka masih memandang sebelah mata kepada kami yang masih anak-anak. Apalagi, waktu itu, gerakan daur ulang belum populer seperti saat ini," kenang bungsu dari dua bersaudara itu.

Dorongan untuk mengurangi sampah ini tidak lepas dari pengaruh keluarga. Sejak kecil, Vania sudah terbiasa melihat sampah dipilah-pilah di rumahnya. Butuh waktu berbulan-bulan untuk meyakinkan tetangganya agar mau terlibat dalam gerakan ini.

Keterampilan Vania membuat kerajinan memudahkan langkahnya mengolah beberapa jenis sampah menjadi aneka produk. Sebut saja, ikat pinggang dari jalinan sampah plastik atau kalung dengan bandul dari deretan sampah saset.

Tas dari kantong semen juga sudah dibuat, tetapi masih sangat awal dan belum terlihat cantik. Kantong semen dipilih karena jumlahnya banyak dan selalu tersedia seiring dengan pembangunan properti di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu, kekuatan kantong semen terjamin karena sejak awal didesain untuk kemasan yang berat, hingga 50 kilogram.

Maju bersama

Vania mengikuti sejumlah kompetisi, terutama yang berkaitan dengan proses pemasaran. Dari situ, dia mendapatkan masukan tentang pengemasan dan pemasaran produk yang baik. Upaya tersebut tidak sia-sia. Kualitas produk meningkat dan harga jual pun tinggi.

"Awalnya, produk hanya dijual Rp 30.000 atau Rp 50.000. Kalau mau menjual Rp 100.000, sudah ngoyo banget. Kalau sekarang, saya bisa jual tas semen dan kulit sampai Rp 500.000. Itu pun masih dianggap sejumlah pembeli--terutama dari mancanegara--terlalu murah harganya," kata Vania yang sudah mulai mengekspor produk tasnya meskipun masih dalam skala rumah tangga.

Tim Vania pun sempat tak percaya bahwa produk mereka laku dengan harga mahal.

"Penghargaan dari berbagai pihak juga ikut menyemangati tim saya. Usaha ini juga sudah bisa menghidupi kami asalkan tidak hidup mewah ya," ucapnya.

Tidak hanya itu. Vania juga melatih timnya agar bisa mempresentasikan produk atau berbagi pengalaman ke berbagai institusi yang kerap mengundang mereka. Honornya menjadi tambahan bagi anggota.

Dari semua pencapaiannya tersebut, Vania tidak berhenti bermimpi. Dia masih bekerja keras untuk menyempurnakan desain produk dan membangun pemasaran secara daring. 

Vania pun menyimpan keinginan untuk membangun ecopreneurship center. Kawasan ini merupakan integrasi dari bank sampah, usaha-usaha pengolahan sampah, baik yang dilakukan Startic maupun usaha lain, hingga galeri pameran.

"Orang bisa melakukan pembelajaran dengan berkunjung ke situ. Ini memang masih jadi mimpi jangka panjang," ujarnya.

Tentu saja mimpi-mimpi tersebut membuat kerja keras hari ini semakin terarah.



VANIA SANTOSO
  • Lahir: Surabaya, 11 Januari 1992
  • Penghargaan:
    • Juara Wirausaha Inovatif Berbasis Sosial dan Lingkungan dari Yayasan Inotek, 2015
    • Produk Indonesia WOW dari Hermawan Kartajaya, 2015
    • UKM Inovatif Terbaik dari Kementerian Koperasi dan UKM, 2015
    • INACraft Award dari Kementerian Perdagangan, 2015
    • Kartini Next Generation Award dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2015
    • Juara II Wirausaha Muda Mandiri Nasional Industri Kreatif, 2015
    • Juara I Wirausaha Muda Berprestasi Nasional di bidang industri kreatif dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014
    • Media emas untuk The Best Product Innovation dan The Best Personal Leadership Project pada Young Leader for Indonesia dari McKinsey & Company, 2014
    • One Young World Ambassador, Pittsburg, dan mendapatkan beasiswa 5.500 dollar AS dari Dikti, 2012
    • Penerima Satyalencana Wirakarya dari Presiden RI atas kontribusi nyata bagi masyarakat, 2011
    • Ecopreneurship Winner Make a Difference dari Hongkong Institute Contemporary Culture, 2011
    • Duta Lingkungan Hidup Asia Pasifik untuk Indonesia, 2009
    • Juara I Lomba Lingkungan Volvo Adventure International Award, 2007
    • Duta Lingkungan Hidup Indonesia, 2005



Sumber: Kompas, 31 Oktober 2015

Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...